Tampilkan postingan dengan label islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label islam. Tampilkan semua postingan
Tentang Imam As-suyuthi
عِلْمِيْ كَبَحْرٍمِنَ الاِمْواجِ مُلْتَطِم
“Ilmuku (luasnya) bagaikan lautan yang bergelombang karena deburan ombak.”
Allah selalu menjaga keutuhan hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui keberadaan para huffazh hadits yang menghafal hadis-hadis Nabi. Kalbu-kalbu mereka menjadi wadah penyimpan ilmunya.
Usaha yang mereka lakukan tidaklah mudah, membutuhkan ketelitian, ketekunan, kecerdasan, dan daya ingat yang kuat. Kesibukan mereka untuk menepis dusta atas nama Nabi melalui penyeleksian antara hadis yang sahih dan hadis yang bermasalah (lemah, palsu, dan lain-lain), menyebarkan hadis yang benar-benar dinisbatkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta memperingatkan umat dari hadis-hadis lemah dan palsu agar diwaspadai dan disingkirkan dari umat.
Di antara tokoh terkemuka yang dianggap sebagai pakar hadis pada masanya, yaitu Imam Al-‘Allamah Al-Hafizh Jalaluddin As-Suyuthi.
Ulama ini, pada zamannya, dikenal sebagai seorang yang alim dalam bidang hadis dan cabang-cabangnya, baik yang berkaitan dengan ilmu rijal, sanad, matan, maupun kemampuan dalam mengambil istimbat hukum dari hadis.
Beliau lahir setelah waktu magrib, malam Ahad, pada permulaan tahun 849 H di daerah Al-Asyuth, atau juga dikenal dengan “As-Suyuth”. Secara lengkap, ia bernama Abdur Rahman bin Kamaluddidn Abu Bakar bin Muhammad bin Sabiquddin Abu Bakar bin Fakhruddin Utsman bin Nashiruddin Muhammad bin Saifuddin Khidr bin Najmuddin Abu Ash-Shalah Ayyub bin Nashiruddin Muhammad bin Syekh Hammamuddin Al-Hammam bin Al-Kamal bin Nashiruddin Al-Mishri Al-Khudhairi Al-Asyuthi Ath-Thalani Asy-Syafi’i.
Nasab keluarganya bersambung kepada keluarga Persia, yang pindah ke Mesir di distrik Khudairiyah, sebelah timur Baghdad, dan kemudian bermukim di daerah Al-Asyuth, sebelum kelahirannya. Namun, ada keterangan lain yang menyebutkan bahwa ayahnya berdarah Arab.
Allah menganugerahkan kepadanya kemudahan untuk meraih ilmu sejak kecil, kecerdasan di atas rata-rata, dengan lingkungan yang kondusif. Dia hidup di lingkungan keluarga yang kental nuansa ilmiahnya.
Sewaktu kecil, ayahnya pernah membawanya ke majelis Syekh Muhamamd Al-Majdzub dan memperoleh doa keberkahan darinya. Dia juga sempat diajak ke majelis Al-Hafizh Ibnu hajar dan mendapatkan ijazah (rekomendasi periwayatan umum) darinya.
Pada umur lima tahun, sang Ayah meninggal dunia, sehingga ia tumbuh dalam keadaan yatim. Setelah itu, ia berada di bawah pengasuhan beberapa ulama besar pada masa itu. Di antaranya, Kamaluddin bin Al-Hammad. Di tangan ulama ini, As-Suyuthi kecil menghafal Alquran saat berusia delapan tahun. Demikian pula, kitab Al-Umdah, Minhajul Fiqh wal Ushul, dan Alfiyah Ibnu Malik menjadi kitab-kitab berikutnya yang ia hafal di luar kepala.
Menjadi bagian kenikmatan yang diraih oleh As-Suyuthi, ia hidup pada masa ulama besar yang sangat mendalami bidang-bidang ilmu yang beragam. Hal ini membekaskan pengaruh yang dalam pada diri ulama besar ini dalam aspek luasnya wawasan dan penguasaan ilmiahnya.
As-Suyuthi memulai kesibukannya mencari ilmu dalam usia empat belas tahun. Dia mengaku, “Aku mulai menyibukkan diri dengan pendalaman ilmu agama sejak permulaan tahun 864 H. Aku pelajari fikih dan nahwu dari sejumlah guru. Aku mengkaji ilmu faraidh (ilmu pembagian warisan) dari Allamah Syihabuddin Asy-Syamashai. Dengan Syekh ini, aku mempelajari kitab Al-Majmu. Pada tahun 866 H, aku sudah mendapat rekomendasi untuk mengajar Bahasa Arab dan sempat menulis kitab pertamaku yang berjudul Syarah Al-Isti’adzah wal Basmalah.”
Adapun untuk ilmu fikih, ia pelajari dari Sirajuddin Al-Bulqini. Tafsir, ia reguk dari Asy-Syaraf Al-Manawi. Ilmu Bahasa Arab, ia pelajari dari Taqiyyuddin Asy-Syumani dan Muhyiddin Ar-Rumi.
Berkaitan dengan ilmu hadis, ia menjumpai ulama-ulama senior dalam bidang itu, sehingga ia dapat mempelajari kitab ummahatu kutubil hadits (buku-buku induk hadis) dan mushthalah kepada ulama-ulama yang kompeten dalam bidang tersebut, misalnya: Taqiyyuddin Asy-Syibii, Qasim bin Qathlu Bugha, dan Taqiyyuddin bin Fahd. Ia mempelajari kitab Shahih Muslim dari Syamsuddin As-Sakrafi. Ia mengkaji kitab Nakhbatul Fikr di hadapan At-Taqiyyi Asy-Syumani.
Para guru As-Suyuthi juga tidak terbatas kaum lelaki saja. Dia juga sempat belajar dari beberapa guru wanita yang ahli dalam bidang hadis maupun fikih pada masa itu. Di antaranya: Ummu Hana Al-Mishriyyah, Aisyah bin Abdil Hadi, Sarah binti As-Siraj bin Jama’ah, Zainab binti Al-Hafizh Al-Iraqi, dan Ummu Fadhal binti Muhammad Al-Maqdisi.
Guna menimba ilmu, dia tak segan-segan berkeliling kota di banyak negeri, untuk menjumpai ulama-ulama lainnya yang ahli di bidangnya. Kota-kota di Syam, Hijaz, India, Maroko, Sudan pernah ia jelajahi.
Tatkala sampai di Mekkah, pada Rabiul Awwal 869 H, untuk menunaikan ibadah haji, ia meneguk air zamzam seraya memanjatkan doa agar mencapai derajat ilmiah dalam fikih sekelas Sirajuddin Al-Bulqini dan dalam bidang hadis sekelas Al Hafizh Ibnu Hajar.
Dalam perjalanannya menuntut ilmu agama, ia mempunyai prinsip dalam mencari ilmu, yaitu menerapkan dua manhaj talaqqi ilmu (metode mencari ilmu). Pertama, memilih satu guru dan bermulazamah kepada guru tersebut dalam waktu yang cukup atau sampai sang Guru meninggal. Kedua, dalam mencari ilmu, ia tidak membatasi diri pada syekh-syekh tertentu saja. Walaupun ia seseorang yang bermazhab Syafi’i dalam bidang fikih, ternyata itu tidak menghalanginya untuk mendalami fikih dari Izzudin Al-Hanafi.
Berkat ketekunan dan ketelatenannya dalam memperdalam ilmu, akhirnya, As-Suyuthi mampu menguasai ilmu agama. Tidak hanya dalam satu disiplin ilmiah ia menjadi kampiun, tetapi lebih dari satu disiplin ilmiah.
Dia pernah berkata, “Aku dikaruniai kedalaman ilmu dalam tujuh bidang, yaitu: tafsir, hadis, fikih, nahwu, al-ma’ani, al-bayan, dan al-badi.”
Dalam kesempatan lain, ia berkata tentang dirinya, “Kalau aku mau, aku akan menulis sebuah karya tulis dalam setiap permasalahan, lengkap dengan keterangan para ulama dan dalil-dalilnya yang naqli atau pun qiyasi serta komparasi (perbandingan) antar-mazhab, namun itu semua dengan pertolongan dari Allah, bukan lantaran kemampuan atau kekuatanku.”
Pertama kali ia mengeluarkan fatwa terjadi pada tahun 871 H. Ketika itu, kemampuan ilmiahnya sudah banyak, sehingga banyak pertanyaan yang diarahkan kepadanya dari banyak tempat. Dari sini, ia mulai berfatwa dan menjawab permasalahan agama. Fatwa-fatwa ulama ini bisa dijumpai melalui kitabnya yang berjudul Al-Hawi.
Beliau masih memberikan fatwa sampai beliau meninggalkan gelanggang ini dan memilih hidup menyendiri di kediamannya di Raudhah.
Ada beberapa jabatan yang ia pegang pada masa hidupnya. Semuanya tidak lepas dari dunia keilmuan. Pertama kali, ia mengajar Bahasa Arab dengan rekomendasi gurunya yang bernama Taqiyyuddin Asy-Syumani. Kemudian, kesibukannya mengajar mulai bertambah di Jami’ Asy-Syaukani, Jami’ Thalani, dan secara khusus mengajar hadis di Syaikhuniyah.
Hubungannya dengan para Khalifah Abbasiyah terjalin dengan baik, tumbuh berdasarkan rasa kasih sayang. Sikap saling menasihati dan memberi pengertian menghiasai persahabatan mereka. Dia menjalin hubungan yang baik ini lantaran meyakini harusnya kakhilafahan berada di tangan orang-orang keturunan Suku Quraisy. Adapun hubungan dengan para penguasa Daulah Mamalik yang menguasai Mesir, ia sangat menjaga diri.
Dia sempat menjumpai lima belas penguasa Daulah Mamalik dan berhubungan juga dengan mereka, tetapi dengan penuh kewaspadaan diri dan menjaga ‘izzah (harga diri, ed.). Hingga kemudian ia tidak pernah lagi menjalin hubungan dengan mereka. Dalam hal ini, dia menulis kitab Ma Rawhu As-Salathin fi Adami Al-Maji ila As-Salathin.
Salah seorang penguasa Daulah Mamalik sering memintanya untuk datang ke istana, tetapi ia tidak pernah menyambut permintaan itu. Sampai ada yang berkomentar kepadanya, “Sesungguhnya, sebagian orang alim kerap datang kepada penguasa dan raja untuk menyelesaikan persoalan masyarakat.” As-Suyuthi menjawab, “Petunjuk salaf yang menganjurkan untuk tidak sering-sering mengunjungi mereka. Itu adalah lebih baik.”
Meski begitu, ternyata tokoh-tokoh negara tetap mengunjungi ulama ini. Demikian juga orang-orang kaya. Sering, dalam kunjungan itu, mereka menawarkan harta benda, namun As-Suyuthi menolaknya dan mengembalikannya kepada sang pemilik.
Pada usia empat puluh tahun, ia mengundurkan diri dari kegiatan mengajar, untuk menyendiri. Permohonan diri ini ia tulis dalam bukunya, At-Tanfis. Setelah itu, kesibukannya lebih banyak untuk ibadah, mengkaji ulang tulisan-tulisannya, dan menjauhi serba-serbi dunia.
Pada akhir usianya, ia ditimpa penyakit yang ganas, bengkak pada
lengan kirinya. As-Suyuthi meninggal karena pengaruh penyakitnya ini.
Beliau menutup usianya pada malam Jumat, 19 Jumadil Ula 911 H, di
kediamannya di Raudhah, dekat dengan sungai Nil, dalam usia 61 tahun dan
10 bulan. Pemakamannya dihadiri oleh banyak orang.
Sumber: Majalah As-Sunnah, edisi 5, tahun IX, 1426 H/2005 M dengan tambahan redaksi
“Ilmuku (luasnya) bagaikan lautan yang bergelombang karena deburan ombak.”
Allah selalu menjaga keutuhan hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui keberadaan para huffazh hadits yang menghafal hadis-hadis Nabi. Kalbu-kalbu mereka menjadi wadah penyimpan ilmunya.
Usaha yang mereka lakukan tidaklah mudah, membutuhkan ketelitian, ketekunan, kecerdasan, dan daya ingat yang kuat. Kesibukan mereka untuk menepis dusta atas nama Nabi melalui penyeleksian antara hadis yang sahih dan hadis yang bermasalah (lemah, palsu, dan lain-lain), menyebarkan hadis yang benar-benar dinisbatkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta memperingatkan umat dari hadis-hadis lemah dan palsu agar diwaspadai dan disingkirkan dari umat.
Di antara tokoh terkemuka yang dianggap sebagai pakar hadis pada masanya, yaitu Imam Al-‘Allamah Al-Hafizh Jalaluddin As-Suyuthi.
Ulama ini, pada zamannya, dikenal sebagai seorang yang alim dalam bidang hadis dan cabang-cabangnya, baik yang berkaitan dengan ilmu rijal, sanad, matan, maupun kemampuan dalam mengambil istimbat hukum dari hadis.
Beliau lahir setelah waktu magrib, malam Ahad, pada permulaan tahun 849 H di daerah Al-Asyuth, atau juga dikenal dengan “As-Suyuth”. Secara lengkap, ia bernama Abdur Rahman bin Kamaluddidn Abu Bakar bin Muhammad bin Sabiquddin Abu Bakar bin Fakhruddin Utsman bin Nashiruddin Muhammad bin Saifuddin Khidr bin Najmuddin Abu Ash-Shalah Ayyub bin Nashiruddin Muhammad bin Syekh Hammamuddin Al-Hammam bin Al-Kamal bin Nashiruddin Al-Mishri Al-Khudhairi Al-Asyuthi Ath-Thalani Asy-Syafi’i.
Nasab keluarganya bersambung kepada keluarga Persia, yang pindah ke Mesir di distrik Khudairiyah, sebelah timur Baghdad, dan kemudian bermukim di daerah Al-Asyuth, sebelum kelahirannya. Namun, ada keterangan lain yang menyebutkan bahwa ayahnya berdarah Arab.
Allah menganugerahkan kepadanya kemudahan untuk meraih ilmu sejak kecil, kecerdasan di atas rata-rata, dengan lingkungan yang kondusif. Dia hidup di lingkungan keluarga yang kental nuansa ilmiahnya.
Sewaktu kecil, ayahnya pernah membawanya ke majelis Syekh Muhamamd Al-Majdzub dan memperoleh doa keberkahan darinya. Dia juga sempat diajak ke majelis Al-Hafizh Ibnu hajar dan mendapatkan ijazah (rekomendasi periwayatan umum) darinya.
Pada umur lima tahun, sang Ayah meninggal dunia, sehingga ia tumbuh dalam keadaan yatim. Setelah itu, ia berada di bawah pengasuhan beberapa ulama besar pada masa itu. Di antaranya, Kamaluddin bin Al-Hammad. Di tangan ulama ini, As-Suyuthi kecil menghafal Alquran saat berusia delapan tahun. Demikian pula, kitab Al-Umdah, Minhajul Fiqh wal Ushul, dan Alfiyah Ibnu Malik menjadi kitab-kitab berikutnya yang ia hafal di luar kepala.
Menjadi bagian kenikmatan yang diraih oleh As-Suyuthi, ia hidup pada masa ulama besar yang sangat mendalami bidang-bidang ilmu yang beragam. Hal ini membekaskan pengaruh yang dalam pada diri ulama besar ini dalam aspek luasnya wawasan dan penguasaan ilmiahnya.
As-Suyuthi memulai kesibukannya mencari ilmu dalam usia empat belas tahun. Dia mengaku, “Aku mulai menyibukkan diri dengan pendalaman ilmu agama sejak permulaan tahun 864 H. Aku pelajari fikih dan nahwu dari sejumlah guru. Aku mengkaji ilmu faraidh (ilmu pembagian warisan) dari Allamah Syihabuddin Asy-Syamashai. Dengan Syekh ini, aku mempelajari kitab Al-Majmu. Pada tahun 866 H, aku sudah mendapat rekomendasi untuk mengajar Bahasa Arab dan sempat menulis kitab pertamaku yang berjudul Syarah Al-Isti’adzah wal Basmalah.”
Adapun untuk ilmu fikih, ia pelajari dari Sirajuddin Al-Bulqini. Tafsir, ia reguk dari Asy-Syaraf Al-Manawi. Ilmu Bahasa Arab, ia pelajari dari Taqiyyuddin Asy-Syumani dan Muhyiddin Ar-Rumi.
Berkaitan dengan ilmu hadis, ia menjumpai ulama-ulama senior dalam bidang itu, sehingga ia dapat mempelajari kitab ummahatu kutubil hadits (buku-buku induk hadis) dan mushthalah kepada ulama-ulama yang kompeten dalam bidang tersebut, misalnya: Taqiyyuddin Asy-Syibii, Qasim bin Qathlu Bugha, dan Taqiyyuddin bin Fahd. Ia mempelajari kitab Shahih Muslim dari Syamsuddin As-Sakrafi. Ia mengkaji kitab Nakhbatul Fikr di hadapan At-Taqiyyi Asy-Syumani.
Para guru As-Suyuthi juga tidak terbatas kaum lelaki saja. Dia juga sempat belajar dari beberapa guru wanita yang ahli dalam bidang hadis maupun fikih pada masa itu. Di antaranya: Ummu Hana Al-Mishriyyah, Aisyah bin Abdil Hadi, Sarah binti As-Siraj bin Jama’ah, Zainab binti Al-Hafizh Al-Iraqi, dan Ummu Fadhal binti Muhammad Al-Maqdisi.
Guna menimba ilmu, dia tak segan-segan berkeliling kota di banyak negeri, untuk menjumpai ulama-ulama lainnya yang ahli di bidangnya. Kota-kota di Syam, Hijaz, India, Maroko, Sudan pernah ia jelajahi.
Tatkala sampai di Mekkah, pada Rabiul Awwal 869 H, untuk menunaikan ibadah haji, ia meneguk air zamzam seraya memanjatkan doa agar mencapai derajat ilmiah dalam fikih sekelas Sirajuddin Al-Bulqini dan dalam bidang hadis sekelas Al Hafizh Ibnu Hajar.
Dalam perjalanannya menuntut ilmu agama, ia mempunyai prinsip dalam mencari ilmu, yaitu menerapkan dua manhaj talaqqi ilmu (metode mencari ilmu). Pertama, memilih satu guru dan bermulazamah kepada guru tersebut dalam waktu yang cukup atau sampai sang Guru meninggal. Kedua, dalam mencari ilmu, ia tidak membatasi diri pada syekh-syekh tertentu saja. Walaupun ia seseorang yang bermazhab Syafi’i dalam bidang fikih, ternyata itu tidak menghalanginya untuk mendalami fikih dari Izzudin Al-Hanafi.
Berkat ketekunan dan ketelatenannya dalam memperdalam ilmu, akhirnya, As-Suyuthi mampu menguasai ilmu agama. Tidak hanya dalam satu disiplin ilmiah ia menjadi kampiun, tetapi lebih dari satu disiplin ilmiah.
Dia pernah berkata, “Aku dikaruniai kedalaman ilmu dalam tujuh bidang, yaitu: tafsir, hadis, fikih, nahwu, al-ma’ani, al-bayan, dan al-badi.”
Dalam kesempatan lain, ia berkata tentang dirinya, “Kalau aku mau, aku akan menulis sebuah karya tulis dalam setiap permasalahan, lengkap dengan keterangan para ulama dan dalil-dalilnya yang naqli atau pun qiyasi serta komparasi (perbandingan) antar-mazhab, namun itu semua dengan pertolongan dari Allah, bukan lantaran kemampuan atau kekuatanku.”
Pertama kali ia mengeluarkan fatwa terjadi pada tahun 871 H. Ketika itu, kemampuan ilmiahnya sudah banyak, sehingga banyak pertanyaan yang diarahkan kepadanya dari banyak tempat. Dari sini, ia mulai berfatwa dan menjawab permasalahan agama. Fatwa-fatwa ulama ini bisa dijumpai melalui kitabnya yang berjudul Al-Hawi.
Beliau masih memberikan fatwa sampai beliau meninggalkan gelanggang ini dan memilih hidup menyendiri di kediamannya di Raudhah.
Ada beberapa jabatan yang ia pegang pada masa hidupnya. Semuanya tidak lepas dari dunia keilmuan. Pertama kali, ia mengajar Bahasa Arab dengan rekomendasi gurunya yang bernama Taqiyyuddin Asy-Syumani. Kemudian, kesibukannya mengajar mulai bertambah di Jami’ Asy-Syaukani, Jami’ Thalani, dan secara khusus mengajar hadis di Syaikhuniyah.
Hubungannya dengan para Khalifah Abbasiyah terjalin dengan baik, tumbuh berdasarkan rasa kasih sayang. Sikap saling menasihati dan memberi pengertian menghiasai persahabatan mereka. Dia menjalin hubungan yang baik ini lantaran meyakini harusnya kakhilafahan berada di tangan orang-orang keturunan Suku Quraisy. Adapun hubungan dengan para penguasa Daulah Mamalik yang menguasai Mesir, ia sangat menjaga diri.
Dia sempat menjumpai lima belas penguasa Daulah Mamalik dan berhubungan juga dengan mereka, tetapi dengan penuh kewaspadaan diri dan menjaga ‘izzah (harga diri, ed.). Hingga kemudian ia tidak pernah lagi menjalin hubungan dengan mereka. Dalam hal ini, dia menulis kitab Ma Rawhu As-Salathin fi Adami Al-Maji ila As-Salathin.
Salah seorang penguasa Daulah Mamalik sering memintanya untuk datang ke istana, tetapi ia tidak pernah menyambut permintaan itu. Sampai ada yang berkomentar kepadanya, “Sesungguhnya, sebagian orang alim kerap datang kepada penguasa dan raja untuk menyelesaikan persoalan masyarakat.” As-Suyuthi menjawab, “Petunjuk salaf yang menganjurkan untuk tidak sering-sering mengunjungi mereka. Itu adalah lebih baik.”
Meski begitu, ternyata tokoh-tokoh negara tetap mengunjungi ulama ini. Demikian juga orang-orang kaya. Sering, dalam kunjungan itu, mereka menawarkan harta benda, namun As-Suyuthi menolaknya dan mengembalikannya kepada sang pemilik.
Pada usia empat puluh tahun, ia mengundurkan diri dari kegiatan mengajar, untuk menyendiri. Permohonan diri ini ia tulis dalam bukunya, At-Tanfis. Setelah itu, kesibukannya lebih banyak untuk ibadah, mengkaji ulang tulisan-tulisannya, dan menjauhi serba-serbi dunia.
Dengan
kapasitas keilmuannya, Imam Suyuthi telah menghasilkan buah karya yang
sangat banyak, mencapai 600 atau lebih karangan dari berbagai fan ilmu.
Beberapa karangan yang terkenal adalah bidang tafsir dan ilmu tafsir
seperti Tafsir Jalalain, al-Itqan, Lubab an-Nuqul, dll. Karena itulah
beliau mendapat julukan Punggawa al-Quran abad ke-8, meski ini bukan
satu-satunya julukan yang disematkan beliau.
Menurut
as-Sa’id Mamduh, karya Imam Suyuthi mencapai 725 kitab. Diantaranya
ialah al-Itqan fi 'Ulum al-Quran, ad-Dur al-Mantsur fi at-Tafsir bi
al-Ma’tsur, Lubab an-Nuqul fi Asbab an-Nuzul, Mufahhamat al-Aqran fi
Mubhamat al-Quran, al-Iklil fi Istinbath at-Tanzil, Takammulah Tafsir
Syaikh Jalauddin al-Mahalli, Hasyiyah 'ala Tafsir al-Baidhawi, Tanasuq
ad-Durar fi Tanasub as-Suwar, Syarh asy-Syathibiyyah, al-Alfiyyah fi
al-Qiraat al-‘Asyr, Syarh Ibnu Majah, Tadrib ar-Rawi, ath-Thib
an-Nabawi, Is’af al-Mubattha bi ar-Rijal al-Muwattha, al-'Alai Mashnu'ah
fi al-Ahadits al-Maudhu'ah, an-Nakt al-Badi'at 'ala al-Maudhu'at, Syarh
ash-Shudur bi Syarh Hal al-Maut wa al-Qubur, al-Budur as-Safirah 'an
Umur al-Akhirah, ar-Riyadh al-‘Aniqah fi Syarh Asma' Khair al-Khalifah,
al-Asybah wa an-Nadzair, Jam’ al-Jawawi', Tarjumah an-Nawawi, Diwan
Syi’r, Tuhfah adz-Dzarfa' bi Asma' al-Khulafa', Tarikh Asyuth, Tarikh
al-Khulafa' dan Badai' az-Zuhur fi Waqai' ad-Duhur.
Sumber: Majalah As-Sunnah, edisi 5, tahun IX, 1426 H/2005 M dengan tambahan redaksi
Hukum Seputar Sujud Syahwi
Panduan Ibadah: Hukum Seputar Sujud Sahwi (Hanya 4 menit)
Sebagian besar muslim yang melakukan shalat pasti akan digoda oleh setan, sehingga tidak jarang pikiran kita tidak fokus dan menyebakan kita lupa akan shalat yang kita lakukan. Sujud sahwi disyariatkan untuk menutupi kekurangan dalam shalat karena lupa. Lalu bagaimana cara sujud sahwi? Kapan kita sujud sahwi? Simak jawabannya dalam video berikut ini...
Sebagian besar muslim yang melakukan shalat pasti akan digoda oleh setan, sehingga tidak jarang pikiran kita tidak fokus dan menyebakan kita lupa akan shalat yang kita lakukan. Sujud sahwi disyariatkan untuk menutupi kekurangan dalam shalat karena lupa. Lalu bagaimana cara sujud sahwi? Kapan kita sujud sahwi? Simak jawabannya dalam video berikut ini...
Peringatan Syeikh Muhammad Kurayyim Rajih
Saya pikir ngeri juga kalo terjadi seperti ini dan secara subyektif, kita sangat berpotensi terjadi seperti ini, tulisan ini sebagai share saja, kenyataannya kita di Indonesia bukan syiah, atau katakanlah muslim di Indonesia adalah ahlussunah, kita harus sadar dan mengerti akan akidah yang kita jalani sebagai muslim.
Eramuslim.com – Ketua Ulama Al-Quran Suriah, Syeikh Muhammad Kurayyim Rajih Hafizahullah memberikan sebuah nasihat untuk kita semua Umat Islam agar tidak membiarkan Syiah berkembang dengan bantuan kita, secara tidak sadar.
Nasihat Syeikh Muhammad Kurayyim Rajih untuk umat Islam di Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura, Thailand, Islam Melayu bagian selatan dan lain-lain:
“Kami di Syria dahulu seperti kamu hidup damai sehingga kami lupa karena sudah membiarkan Syiah berkembang secara perlahan. Akhirnya sekarang Syiah memerintah kami, membunuh anak-anak kecil kami dengan kapak dan memperkosa wanita Ahli Sunnah Wal Jama’ah. Jangan lupa dan jangan sesekali biarkan Syiah berkuasa di sana. Jika kamu tidak ingin terjadi seperti apa yang menimpa kami. Jangan kamu lakukan seperti yang kami lakukan karena

Syeikh Muhammad Kurayyim Rajih Hafizahullah ketika ditanya apakah SYIAH itu masih ISLAM?
Syeikh menjawab:
“Mengkafirkan Abu Bakar dan Umar sedangkan Allah mengasihi mereka dan banyak hadits sahih yang menyatakan kemuliaan sahabat. Menghina istri Rasulullah SAW sayidatina ‘Aisyah sedangkan Allah memuliakan ‘Aisyah dalam al quran. Membunuh umat Islam sedangkan Allah haramkan bunuh darah muslim. Masih tidak kafirkah itu?”
SEBARKAN & SADARKAN UMAT ISLAM SEBELUM TERLAMBAT SEPERTI SAUDARA-SAUDARA KITA DI SURIAH.
JANGAN SAMPAI APA YANG TERJADI DI ALEPPO TERJADI DI SINI.
Allahummansur ikhwananal muslimina fii Suriah wa fii kulli makan Yaa Rabbal Mustadh’afin Yaa Rabbal ‘Arsyil Adhim Yaa Hayyu Yaa Qayyum birahmatika nastaghits…
Hidup Sawang Sinawang
bahwa pesan dalam agama Islam menyatakan bahwa Dunia bukan lah tujuan, tak lebih dari kesenangan belaka, setiap manusia diberikan ujian sendiri-sendiri. Jangan dikira yang kita lihat tidak mempunyai masalah dalam hidup, bisa jadi orang yang kita lihat tersebut juga berprasangka tersebut mengira hidup kita cukup enak. Apa pun masalahnya kewajiban setiap manusia sebagai hamba Allah adalah untuk senantiasa bersyukur apa pun kondisinya.
Lagu Jadul Panggilan Jihad Karya Buya Hamka
betul nih.. baru ngeh... dulu waktu kecil sering dengerin ini lagu, oh ternyata mars perjuangan, alhamdulillah, terima kasih yang share.
Sebagian mengatakan bahwa lagu berirama mars ini diputar setelah ceramah di radio as syafi'iyah. Ada yang mengatakan ini lagu selalu diputar setelah siraman rohani subuh, pada waktu itu. Saya percaya bahwa "pada waktu itu" banyak juga radio-radio lokal yang memutar lagu itu, Subhanalloh.
dan ini share dari facebook
berikut liriknya:
Allahu Akbar Allahu Akbar Allah Allahu Akbar…
Kalam suci menyentuh kalbu berjuang
Maju serentak membela kebenaran
Untuk negara, bangsa dan kemakmuran
hukum Allah tegakkan..
Allahu Akbar Allahu Akbar Allah Allahu Akbar..
Putera puteri Islam harapan agama…
Majulah serentak genggamkan persatuan, kalam Tuhan
Mari kita memuji mari kita memuja..
Peganglah persatuan..kalam Tuhan..
Kalam suci menyentuh kalbu berjuang..
Maju serentak mencapai kemenangan
Untuk negara, bangsa dan keadilan
pangilan jihad hidupkan
Allahu Akbar Allahu Akbar Allah Allahu Akbar..
Pemuda pemudi Islam bangunlah
panggilan jihad rampungkan
Wasiat Muhammad peganglah
harta dan jiwa serahkan
binalah persatuan, sirnakan perpecahan
persatuan ..kalam tuhan
Kalam ilahi menutut persatuan
Perpecahan meruntuhkan kekuatan
pertikaian menguntungkan musuh Tuhan ..
hanya iman tauhid dapat menyatukan
tuntutan agama menjadi tujuan
panggilan jihad hidupkan
Allahu Akbar Allahu Akbar Allah Allahu Akbar..
Ulama pemimpin Islam dengarlah
demi agama sadarlah
hentikan pertikaian ciptakan perdamaian
menuju persatuan kalam tuhan
Panggilan jihad hidupkan
End
jadi masih menganggap umat Islam anti NKRI.?
Sebagian mengatakan bahwa lagu berirama mars ini diputar setelah ceramah di radio as syafi'iyah. Ada yang mengatakan ini lagu selalu diputar setelah siraman rohani subuh, pada waktu itu. Saya percaya bahwa "pada waktu itu" banyak juga radio-radio lokal yang memutar lagu itu, Subhanalloh.
dan ini share dari facebook
berikut liriknya:
Allahu Akbar Allahu Akbar Allah Allahu Akbar…
Kalam suci menyentuh kalbu berjuang
Maju serentak membela kebenaran
Untuk negara, bangsa dan kemakmuran
hukum Allah tegakkan..
Allahu Akbar Allahu Akbar Allah Allahu Akbar..
Putera puteri Islam harapan agama…
Majulah serentak genggamkan persatuan, kalam Tuhan
Mari kita memuji mari kita memuja..
Peganglah persatuan..kalam Tuhan..
Kalam suci menyentuh kalbu berjuang..
Maju serentak mencapai kemenangan
Untuk negara, bangsa dan keadilan
pangilan jihad hidupkan
Allahu Akbar Allahu Akbar Allah Allahu Akbar..
Pemuda pemudi Islam bangunlah
panggilan jihad rampungkan
Wasiat Muhammad peganglah
harta dan jiwa serahkan
binalah persatuan, sirnakan perpecahan
persatuan ..kalam tuhan
Kalam ilahi menutut persatuan
Perpecahan meruntuhkan kekuatan
pertikaian menguntungkan musuh Tuhan ..
hanya iman tauhid dapat menyatukan
tuntutan agama menjadi tujuan
panggilan jihad hidupkan
Allahu Akbar Allahu Akbar Allah Allahu Akbar..
Ulama pemimpin Islam dengarlah
demi agama sadarlah
hentikan pertikaian ciptakan perdamaian
menuju persatuan kalam tuhan
Panggilan jihad hidupkan
End
jadi masih menganggap umat Islam anti NKRI.?
Langganan:
Postingan
(
Atom
)